Kendari – Dugaan pencemaran lingkungan kembali mencuat ke permukaan. Kali ini, sorotan tajam tertuju pada aktivitas PT Trust Vertified International dan PT Triyasa Pirsa Utama yang beroperasi di Desa Onewila, Kecamatan Ranomeeto, Kabupaten Konawe Selatan. Dua perusahaan ini dituding membuang limbah hasil uji laboratorium tanpa pengelolaan yang memadai.
Aksi protes pun bergema dari Aliansi Lembaga Aktivis Sulawesi Tenggara, yang melakukan demonstrasi untuk menuntut kejelasan dan tanggung jawab atas dugaan pencemaran lingkungan yang telah mengancam warga.
Limbah tersebut berupa limbah padat non B3 dan plastik yang dibuang di lingkungan warga.
Menurut Sarwan, SH, bahwa limbah hasil uji laboratorium ore nikel sangat berbahaya jika dilakukan pembuangan di sembarang tempat, apalagi limbah itu dijadikan timbunan dan hingga pinggir aliran sungai.
Sebab, limbah hasil uji laboratorium ore nikel diduga kuat telah mengandung bahan kimia. "Sample ore nikel yang telah diuji di laboratorium tentu menggunakan beberapa bahan kimia, tujuannya adalah untuk mengetahui kandungan kadar ore nikel tersebut. Jadi aneh jika perusahaan menyampaikan bahwa pengujian ore nikel tidak menggunakan bahan kimia,"tegas Sarwan.
Sarwan, SH mengatakan, "Kami menduga kuat limbah padat dari aktivitas laboratorium perusahaan ini tidak dikelola secara benar dan dibuang langsung ke lingkungan warga. Ini bisa sangat berbahaya bagi keselamatan dan kesehatan kami," ujar salah satu orator dalam aksi tersebut, 23/07/2025.
Ironisnya, di tengah maraknya kampanye keberlanjutan dan lingkungan bersih, perusahaan-perusahaan yang beroperasi atas nama investasi justru diduga menjadi ancaman bagi masyarakat.
Ia juga menduga bahwa aktivitas kedua perusahaan tersebut telah melakukan pelanggaran lingkungan, dan harus diberikan sanksi tegas.
Jika dugaan ini terbukti benar, maka tindakan tersebut berpotensi melanggar sejumlah pasal penting dalam perundang-undangan lingkungan hidup, seperti:
UU Nomor 32 Tahun 2009, Pasal 104: "Setiap orang yang membuang limbah tanpa izin dapat dikenakan pidana 3 tahun penjara dan denda hingga Rp3 miliar."
Pasal 98 ayat (1): Jika terbukti menimbulkan pencemaran yang membahayakan manusia atau lingkungan, dapat dipidana hingga 10 tahun dan denda maksimal Rp10 miliar.
Sementara itu, orator aksi lainnya, Indra Dapa, seorang sarjana pertambangan, menjelaskan potensi bahaya limbah B3 yang terdiri dari abu logam, debu laboratorium, dan residu bahan kimia, yang jika tidak dikelola dapat menyebabkan:
-Pencemaran tanah dan air
-Gangguan pernapasan
-Risiko kanker dan penyakit kronis
-Kerusakan ekosistem serta pertanian warga
Dalam aksinya, para demonstran menuntut agar DLH Provinsi Sultra dan DLH Kabupaten Konawe Selatan segera menurunkan tim investigasi, serta DPRD membentuk Pansus Lingkungan untuk mengawal prosesnya.
Indra Dapa juga meminta agar kedua perusahaan diaudit secara terbuka terhadap izin lingkungan dan sistem pengelolaan limbah.
Sebagai bentuk ketegasan, ia menyampaikan bahwa jika tidak ada tindakan konkret dari DLH, maka aksi massa jilid dua akan segera digelar.
"Kami akan terus bersuara. Jika tak ada langkah hukum dan investigasi lingkungan, maka kami pastikan akan menggelar demonstrasi jilid II dengan kekuatan massa yang lebih besar," tegas Indra Dapa Saranani, Ketua HMI MPO Konawe Selatan.(***)